Awal Perkembangan Hindu-Budha Di Indonesia
Bangsa Dravida Awalnya Sudah memiliki Kebudayaan yang tinggi (keb. konu mahenjodoro & harappa). Namun bangsa Arya (indo-german) menginvansi dravida melalui celah kaibar (antara pegunungan himalaya sehingga drabida tersudut ke arah india selatan.
ARYA merupakan bangsa pengendara nomaden. menginvansi india utara (lembah sungai hindus dan gangga), setelah mulai menetap, daerah mereka disebut AryaVatra (Hindustan). setelah mengkaleborisasikan kebudayaan mereka dengan dravida baru karenanyalah tercipta Hindu dan Budha.
Pelopor pendirinya agama Budha adalah: "Sidarta Gautama".
di dalam agama hindu terdapat kasta, yaitu tingkatan-tingkatan masyarakat dalam agama hindu:
1. Brahmana (kaum pendeta, dsb)
2. Ksatria (raja, prahurit, bangsawan, dsb)
3. Waisya (pedagang)
4. sudra (miskin)
Hindu merupakan agama yang politeisme, artinya memiliki banyak dewa, dewa yang diutamakan adalah trimurti (Brahmana, Misnu, dan syiwa). kitab agama hindu adalah wedha. Kitab wedha oun terbagi menjadi:
1. pig wedha yang merupaka syair puji-pujian.
2. sama wedha yang merupakan nyanyian untuk dewa sewaktu upacara.
3. Antar Waweda yang merupakan mantra-mantra untuk mengusir roh jahat.
4. yayorwaweda yang merupakan do'a-do'a pada saat upacara.
kitab tambahan agama hindu:
~Upanisan tentang ajaran ketuhanan dan makna hidup
~Brahmana tentang cara mengadakan sesajian dan pelaksanaannya
Kitab Budha disebu "TRIPITAKA"
1. Wiyana pitaka peraturan tetang hukum agama budha yang berlaku
2. sutranta pitaka tentang wejangan sang budha
3. abidharma pitaka tentang keterangan dan penjelasan soal-soal kehidupan
latar belakang kasta "pembedaan status. terutama antara kaum Arya dan Dravida pada saat itu"
maca-macam kasta:
1. brahmana, merupakan pemuka agama.
2. ksatria, merupakan raja, bangsawan dan prajurit
3. waisha, merupakan pedagang, petani, peternak dan lain-lain.
4. sudra, merupakan orang orang miskin dan buruh.
dalam agama hindu ada tempat tempat yang dianggap suci. diantaranya di negara india yaitu kota bevares, sungai gangga (kota dewa syiwa)
dan hewan yang dianggap suci oleh umat hindu adalah "sapi"
Pelopor penentang kelompok agama hindu adalah "Sidarta Budha(yang disinari) Gautama". inti ajarannya adalah untuk melepaskan samsara dengan harus melaksanakan jalan kebenaran atau 3 kebaktian.
8 tuntutan agama hindu:
a. mempunyai pandangan yang benar
b. mempunyai niat yang benar.
c. berbicara yang benar
d. berbuat yang benar.
e. penghidupan yang benar.
f. berudaha yang benar
g. memperhatikan yang benar
h. bersemedi yang benar
3 dharma(kebaikan):
1. berbakti kepada budha
2. berbakti kepada ajaran dan kitab-kitabnya
3. berbakti kepada sangga (jelmaannya)
setelah 100 tahun peninggalan sidarta gautama, budha terpecah menjadi 2: mahayana dan hinayana.
mahayana aliran kendaraan besar, agama bersifat terbuka, bersama-sam dalam mencapai nirwana. daerah sebaran: indonesia, tibet, cina, dll.
hinayana aliran kendaraan kecil. agama tertutup. orang harus berusaha sendiri masuk ke dalam nirwana tanpa bantuan orang lain. area sebaran: srilanka, thailand, dll.
SANGGA(jema'ah perkumpulan)
1. yang hidup dalam biara (biksu dan biksuni)
2. yang hidup luar biara (upasaka dan upasika)
yang dianggap suci dalam agama budha:
~sharnoth(bevares), karena pertama kalisidharta mengajar
~kusinagara (sidarta mati)
~kapilawastu (tempat lahir)
~bodhi gaya (tempat bersemedi)
TEORI MASUKNYA HINDU BUDHA DI INDONESIA
a. Teori Brahmana
Dengan melihat unsur-unsur budaya India yang berpengaruh ke Indonesia,
J.C. van Leur mengutarakan
bahwa kaum brahmana sangat berperan dalam penyebaran agama dan
kebudayaan Hindu ke Indonesia. Mereka datang atas undangan para penguasa
Indonesia. Kaum brahmana diundang ke Indonesia untuk melakukan upacara
khusus menjadikan seseorang menjadi pemeluk Hindu yang disebut
vratyasoma.
b. Teori Ksatria
Teori ini dikemukakan oleh
F.D.K. Bosch. Ia menyatakan bahwa
adanya raja-raja dari India yang datang menaklukan daerah-daerah
tertentu di Indonesia telah mengakibatkan penghinduan penduduk setempat.
Terhadap teori ksatria, van Leur mengajukan keberatan. Menurutnya, jika
memang raja-raja India pernah menaklukan daerah di Indonesia, maka hal
itu akan dicatat dalam sumber-sumber sejarah baik di India maupun di
Indonesia. Raja-raja India biasanya membangun sebuah tugu kemenangan
yang disebut
jayastamba.
c. Teori Waisya
Menurut
N.J. Krom,
golongan pedagang dari kasta waisya merupakan golongan terbesar yang
dtang ke Indonesia. Mereka menetap di Indonesia dan kemudian memegang
peran penting dalam proses penyebaran kebudayaan India.
d. Teori Sudra
Teori ini menyatakan bahwa agama Hindu masuk ke Indonesia dibawa oleh
kasta sudra. Mereka datang ke Indonesia dengan tujuan mengubah kehidupan
karena di India mereka hanya hidup sebagai pekerja kasar dan budak.
e. Teori campuran
Teori ini beranggapan bahwa baik kaum brahmana, ksatria, para pedagang,
maupun golongan sudra bersama-sama menyebarkan agama Hindu ke Indonesia
sesuai dengan peran masing-masing.
pengaruh kebudayaan hindu budha di indonesia
1. Bahasa
Wujud akulturasi dalam bidang bahasa, dapat dilihat dari adanya
penggunaan bahasa Sansekerta yang dapat Anda temukan sampai sekarang
dimana bahasa Sansekerta memperkaya perbendaharaan bahasa Indonesia.
Penggunaan bahasa Sansekerta pada awalnya banyak ditemukan pada prasasti
(batu bertulis) peninggalan kerajaan Hindu - Budha pada abad 5 - 7 M,
contohnya prasasti Yupa dari Kutai, prasasti peninggalan Kerajaan
Tarumanegara. Tetapi untuk perkembangan selanjutnya bahasa Sansekerta di
gantikan oleh bahasa Melayu Kuno seperti yang ditemukan pada prasasti
peninggalan kerajaan Sriwijaya 7 - 13 M. Untuk aksara, dapat dibuktikan
adanya penggunaan huruf Pallawa, kemudian berkembang menjadi huruf Jawa
Kuno (kawi) dan huruf (aksara) Bali dan Bugis. Hal ini dapat dibuktikan
melalui Prasasti Dinoyo (Malang) yang menggunakan huruf Jawa Kuno.
2. Religi/Kepercayaan
Sistem kepercayaan yang berkembang di Indonesia sebelum agama
Hindu-Budha masuk ke Indonesia adalah kepercayaan yang berdasarkan pada
Animisme dan Dinamisme.
Dengan masuknya agama Hindu - Budha ke Indonesia, masyarakat Indonesia
mulai menganut/mempercayai agama-agama tersebut. Agama Hindu dan Budha
yang berkembang di Indonesia sudah mengalami perpaduan dengan
kepercayaan animisme dan dinamisme, atau dengan kata lain mengalami
Sinkritisme. Tentu Anda bertanya apa yang dimaksud dengan Sinkritisme?
Sinkritisme adalah bagian dari proses akulturasi, yang berarti perpaduan
dua kepercayaan yang berbeda menjadi satu. Untuk itu agama Hindu dan
Budha yang berkembang di Indonesia, berbeda dengan agama Hindu - Budha
yang dianut oleh masyarakat India. Perbedaaan-perbedaan tersebut dapat
Anda lihat dalam upacara ritual yang diadakan oleh umat Hindu atau Budha
yang ada di Indonesia. Contohnya, upacara Nyepi yang dilaksanakan oleh
umat Hindu Bali, upacara tersebut tidak dilaksanakan oleh umat Hindu di
India.
3. Organisasi Sosial Kemasyarakatan
Wujud akulturasi dalam bidang organisasi sosial kemasyarakatan dapat
Anda lihat dalam organisasi politik yaitu sistem pemerintahan yang
berkembang di Indonesia setelah masuknya pengaruh India.
Dengan adanya pengaruh kebudayaan India tersebut, maka sistem
pemerintahan yang berkembang di Indonesia adalah bentuk kerajaan yang
diperintah oleh seorang raja secara turun temurun.
Raja di Indonesia ada yang dipuja sebagai dewa atau dianggap keturunan
dewa yang keramat, sehingga rakyat sangat memuja Raja tersebut, hal ini
dapat dibuktikan dengan adanya raja-raja yang memerintah di Singosari
seperti Kertanegara diwujudkan sebagai Bairawa dan R Wijaya Raja
Majapahit diwujudkan sebagai Harhari (dewa Syiwa dan Wisnu jadi satu).
Pemerintahan Raja di Indonesia ada yang bersifat mutlak dan
turun-temurun seperti di India dan ada juga yang menerapkan prinsip
musyawarah. Prinsip musyawarah diterapkan terutama apabila raja tidak
mempunyai putra mahkota yaitu seperti yang terjadi di kerajaan
Majapahit, pada waktu pengangkatan Wikramawardana.Wujud akulturasi di
samping terlihat dalam sistem pemerintahan juga terlihat dalam sistem
kemasyarakatan, yaitu pembagian lapisan masyarakat berdasarkan sistem
kasta.
Sistem kasta menurut kepercayaan Hindu terdiri dari kasta Brahmana
(golongan Pendeta), kasta Ksatria (golongan Prajurit, Bangsawan), kasta
Waisya (golongan pedagang) dan kasta Sudra (golongan rakyat jelata).
Kasta-kasta tersebut juga berlaku atau dipercayai oleh umat Hindu
Indonesia tetapi tidak sama persis dengan kasta-kasta yang ada di India
karena kasta India benar-benar diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan,
sedangkan di Indonesia tidak demikian, karena di Indonesia kasta hanya
diterapkan untuk upacara keagamaan.
4. Sistem Pengetahuan
Wujud akulturasi dalam bidang pengetahuan, salah satunya yaitu
perhitungan waktu berdasarkan kalender tahun saka, tahun dalam
kepercayaan Hindu. Menurut perhitungan satu tahun Saka sama dengan 365
hari dan perbedaan tahun saka dengan tahun masehi adalah 78 tahun
sebagai contoh misalnya tahun saka 654, maka tahun masehinya 654 + 78 =
732 M
Di samping adanya pengetahuan tentang kalender Saka, juga ditemukan
perhitungan tahun Saka dengan menggunakan Candrasangkala. Apakah Anda
sebelumnya pernah mendengar istilah Candrasangkala? Candrasangkala
adalah susunan kalimat atau gambar yang dapat dibaca sebagai angka.
Candrasangkala banyak ditemukan dalam prasasti yang ditemukan di pulau
Jawa, dan menggunakan kalimat bahasa Jawa salah satu contohnya yaitu
kalimat Sirna ilang kertaning bhumi apabila diartikan sirna = 0, ilang =
0, kertaning = 4 dan bhumi = 1, maka kalimat tersebut diartikan dan
belakang sama dengan tahun 1400 saka atau sama dengan 1478 M yang
merupakan tahun runtuhnya Majapahit .
5. Peralatan Hidup dan Teknologi
Salah satu wujud akulturasi dari peralatan hidup dan teknologi terlihat
dalam seni bangunan Candi. Seni bangunan Candi tersebut memang
mengandung unsur budaya India tetapi keberadaan candi-candi di Indonesia
tidak sama dengan candi-candi yang ada di India, karena candi di
Indonesia hanya mengambil unsur teknologi perbuatannya melalui
dasar-dasar teoritis yang tercantum dalam kitab Silpasastra yaitu sebuah
kitab pegangan yang memuat berbagai petunjuk untuk melaksanakan
pembuatan arca dan bangunan.
Untuk itu dilihat dari bentuk dasar maupun fungsi candi tersebut
terdapat perbedaan. Bentuk dasar bangunan candi di Indonesia adalah
punden berundak-undak, yang merupakan salah satu peninggalan kebudayaan
Megalithikum yang berfungsi sebagai tempat pemujaan. Sedangkan fungsi
bangunan candi itu sendiri di Indonesia sesuai dengan asal kata candi
tersebut. Perkataan candi berasal dari kata Candika yang merupakan salah
satu nama dewi Durga atau dewi maut, sehingga candi merupakan bangunan
untuk memuliakan orang yang telah wafat khususnya raja-raja dan
orang-orang terkemuka.
Di samping itu, dalam bahasa kawi candi berasal dari kata Cinandi
artinya yang dikuburkan. Untuk itu yang dikuburkan didalam candi
bukanlah mayat atau abu jenazah melainkan berbagai macam benda yang
menyangkut lambang jasmaniah raja yang disimpan dalam Pripih.
Dengan demikian fungsi candi Hindu di Indonesia adalah untuk pemujaan
terhadap roh nenek moyang atau dihubungkan dengan raja yang sudah
meninggal. Hal ini terlihat dari adanya lambang jasmaniah raja sedangkan
fungsi candi di India adalah untuk tempat pemujaan terhadap dewa,
contohnya seperti candi-candi yang terdapat di kota Benares merupakan
tempat pemujaan terhadap dewa Syiwa.
Candi Singasari adalah salah satu peninggalan kerajaan Singosari yang
merupakan tempat dimuliakannya raja Wisnuwardhana yang memerintah tahun
1248 - 1268.
Dilihat dari candi tersebut, bentuk dasarnya adalah punden berundak-
undak dan pada bagian bawah terdapat kaki candi yang di dalamnya
terdapat sumuran candi, di mana di dalam sumuran candi tersebut tempat
menyimpan pripih (lambang jasmaniah raja Wisnuwardhana).
Untuk candi yang bercorak Budha fungsinya sama dengan di India yaitu
untuk memuja Dyani Bodhisattwa yang dianggap sebagai perwujudan dewa.
Candi Borobudur adalah candi Budha yang terbesar sehingga merupakan
salah satu dari 7 keajaiban dunia dan merupakan salah satu peninggalan
kerajaan Mataram dilihat dari 3 tingkatan, pada tingkatan yang paling
atas terdapat patung Dyani Budha.Patung-patung Dyani Budha inilah yang
menjadi tempat pemujaan umat Budha. Di samping itu juga pada bagian
atas, juga terdapat atap candi yang berbentuk stupa.
Untuk candi Budha di India hanya berbentuk stupa, sedangkan di Indonesia
stupa merupakan ciri khas atap candi-candi yang bersifat agama Budha.
Dengan demikian seni bangunan candi di Indonesia memiliki kekhasan
tersendiri karena Indonesia hanya mengambil intinya saja dari unsur
budaya India sebagai dasar ciptaannya dan hasilnya tetap sesuatu yang
bercorak Indonesia.
6. Kesenian
Wujud akulturasi dalam bidang kesenian terlihat dari seni rupa, seni
sastra dan seni pertunjukan . Dalam seni rupa contoh wujud akulturasinya
dapat dilihat dari relief dinding candi (gambar timbul), gambar timbul
pada candi tersebut banyak menggambarkan suatu kisah/cerita yang
berhubungan dengan ajaran agama Hindu ataupun Budha.
Relief dari candi Borobudur yang menggambarkan Budha sedang digoda oleh
Mara yang menari-nari diiringi gendang. Relief ini mengisahkan riwayat
hidup Sang Budha seperti yang terdapat dalam kitab Lalitawistara.
Demikian pula halnya dengan candi-candi Hindu. Relief-reliefnya yang
juga mengambil kisah yang terdapat dalam kepercayaan Hindu seperti kisah
Ramayana yang digambarkan melalui relief candi Prambanan ataupun candi
Panataran.
Dari relief-relief tersebut apabila diamati lebih lanjut, ternyata
Indonesia juga mengambil kisah asli cerita tersebut, tetapi suasana
kehidupan yang digambarkan oleh relief tersebut adalah suasana kehidupan
asli keadaan alam ataupun masyarakat Indonesia. Dengan demikian
terbukti bahwa Indonesia tidak menerima begitu saja budaya India, tetapi
selalu berusaha menyesuaikan dengan keadaan dan suasana di Indonesia.
Untuk wujud akulturasi dalam seni sastra dapat dibuktikan dengan adanya
suatu ceritera/ kisah yang berkembang di Indonesia yang bersumber dari
kitab Ramayana yang ditulis oleh Walmiki dan kitab Mahabarata yang
ditulis oleh Wiyasa. Kedua kitab tersebut merupakan kitab kepercayaan
umat Hindu. Tetapi setelah berkembang di Indonesia tidak sama proses
seperti aslinya dari India karena sudah disadur kembali oleh
pujangga-pujangga Indonesia, ke dalam bahasa Jawa kuno. Dan, tokoh-tokoh
cerita dalam kisah tersebut ditambah dengan hadirnya tokoh punokawan
seperti Semar, Bagong, Petruk dan Gareng. Bahkan dalam kisah Bharatayuda
yang disadur dari kitab Mahabarata tidak menceritakan perang antar
Pendawa dan Kurawa, melainkan menceritakan kemenangan Jayabaya dari
Kediri melawan Jenggala.
Di samping itu juga, kisah Ramayana maupun Mahabarata diambil sebagai
suatu ceritera dalam seni pertunjukan di Indonesia yaitu salah satunya
pertunjukan Wayang. Seni pertunjukan wayang merupakan salah satu
kebudayaan asli Indonesia sejak zaman prasejarah dan pertunjukan wayang
tersebut sangat digemari terutama oleh masyarakat Jawa. Wujud akulturasi
dalam pertunjukan wayang tersebut terlihat dari pengambilan lakon
ceritera dari kisah Ramayana maupun Mahabarata yang berasal dari budaya
India, tetapi tidak sama persis dengan aslinya karena sudah mengalami
perubahan. Perubahan tersebut antara lain terletak dari karakter atau
perilaku tokoh-tokoh ceritera misalnya dalam kisah Mahabarata keberadaan
tokoh Durna, dalam cerita aslinya Dorna adalah seorang maha guru bagi
Pendawa dan Kurawa dan berperilaku baik, tetapi dalam lakon di Indonesia
Dorna adalah tokoh yang berperangai buruk suka menghasut.
Demikian penjelasan tentang wujud akulturasi dalam bidang kesenian. Dan
yang perlu dipahami dari seluruh uraian tentang wujud akulturasi
tersebut bahwa unsur budaya India tidak pernah menjadi unsur budaya yang
dominan dalam kerangka budaya Indonesia, karena dalam proses akulturasi
tersebut, Indonesia selalu bertindak selektif.
6. Arsitektur
Arsitektur atau seni bangunan ala masa Hindu-Buddha juga bertahan hingga
kini. Meski tampilannya tidak lagi serupa benar dengan bangunan
Hindu-Buddha (candi), tetapi pengaruh Hindu-Buddha membuat arsitektur
bangunan yang ada di Indonesia menjadi khas.
Salah satu ciri bangunan Hindu-Buddha adalah “berundak.” Sejumlah
undakan umumnya terdapat di struktur bangunan candi yang ada di
Indonesia. Undakan tersebut paling jelas terlihat di Candi Borobudur,
bangunan peninggalan Dinasti Syailendra yang beragama Buddha.
Hal yang khas dari arsitektur candi adalah adanya 3 bagian utama yaitu
‘kepala’, ‘badan’ dan ‘kaki.’ Ketiga bagian ini melambangkan ‘triloka’
atau tiga dunia, yaitu: bhurloka (dunia manusia), bhuvarloka (dunia
orang-orang yang tersucikan), dan svarloka (dunia para dewa).
Pengaruh sistem 3 tahap hidup religius manusia ini bertahan cukup lama.
Bahkan ia banyak diadaptasi oleh bangunan-bangunan yang dibangun pada
masa yang lebih kekinian. Bangunan-bangunan yang memiliki ciri seperti
ini beranjak dari bangunan spiritual semisal masjid maupun profan
(biasa) semisal Gedung Sate di Bandung.
Arsitektur semacam candi ini sebagian terus bertahan dan mempengaruhi
bangunan-bangunan lain yang lebih modern. Misalnya, Masjid Kudus
mempertahankan pola arsitektur bangunan Hindu ini. Masjid Kudus aslinya
bernama Masjid Al Aqsa, dibangun Jafar Shodiq (Sunan Kudus) tahun 1549
M. Yang unik adalah, sebuah menara di sisi timur bangunan masjid
menggunakan arsitektur candi Hindu.
Selain bentuk menara, sisa lain arsitektur Hindu pun terdapat pada
gerbang masjid yang menyerupai gapura sebuah pura. Juga tidak
ketinggalan lokasi wudhu, yang pancurannya dihiasi ornament khas Hindu.
Banyak hipotesis yang diutarakan mengapa Jafar Shodiq menempatkan
arsitektur Hindu ke dalam sebuah masjid. Hipotesis pertama mengasumsikan
pembangunan tersebut merupakan proses akulturasi antara budaya Hindu
yang banyak dipraktekkan masyarakat Kudus sebelumnya dengan budaya Islam
yang hendak dikembangkan. Ini dimaksudkan agar tidak terjadi Cultural
Shock yang berakibat terasingnya orang-orang pemeluk Islam baru sebab
tercerabut secara tiba-tiba dari budaya mereka.
Hipotesis kedua menyatakan bahwa penempatan arsitektur Hindu diakibatkan
para arsitek dan tukang yang membangun masjid menguasai gaya bangunan
Hindu. Ini berakibat hasil pembangunan mereka bercorak Hindu.
Pengaruh arsitektur Hindu pun terjadi pada bangunan yang lebih
kontemporer semisal Gedung Sate yang terletak di Kota Bandung. Gedung
Sate didirikan tahun 1920-1924 dengan arsiteknya Ir. J. Gerber.
Ornamen-ornamen di bawah dinding gedung secara kuat bercirikan ornament
masa Hindu Indonesia. Termasuk pula, menara yang terletak di puncak atas
gedung yang mirip dengan menara masjid Kudus atau tumpak yang ada di
bangunan suci Hindu di daerah Bali.
Bangunan modern lain yang memiliki nuansa arsitektur Hindu juga
ditampakkan Masjid Demak. Nuansa arsitektur Hindu pada masjid yang
didirikan tahun 1466 M misalnya tampak pada atap limas yang bersusun
tiga (meru), mirip dengan candi dimana bermaknakan bhurloka, bhuvarloka,
dan svarloka. Namun, tiga makna tersebut kemudian ditransfer kearah
aqidah Islam menjadi islam, iman, dan ihsan.
Ciri lainnya adalah bentuk atap yang mengecil dengan kemiringan lebih
tegak ketimbang atap di bawahnya. Atap tertinggi yang berbentuk limasan
ditambah hiasan mahkota pada puncaknya. Komposisi ini mirip meru,
bangunan tersuci di pura Hindu.6
7. Kesusasteraan
Salah satu peninggalan Hindu di bidang sastra yang terkenal adalah
Ramayana, Mahabarata, dan kisah perang Baratayudha. Sastra Hindu ini
cukup berpengaruh terhadap budaya asli Indonesia semisal wayang. Wayang
yang tadinya digunakan sebagai media pemberi nasihat tetua adat terhadap
keluarga yang ditinggalkan kini memiliki trend tersendiri. Ia digunakan
sebagai basis pengajaran agama dan budaya.
Tokoh-tokoh wayang yang kini terkenal adalah Pandawa Lima (Yudhistira,
Bima, Arjuna, Nakula-Sadewa), Kurawa (Duryudana dan keluarganya),
Ramayana (Hanoman, Rama, Sinta), ataupun kisah Bagavadgita (wejangan Sri
Kresna atas Arjuna sebelum perang).
Tokoh-tokoh wayang di atas memainkan peran sentral dalam kesenian wayang
Indonesia. Sementara, budaya asli Indonesia coba mengimbanginya dengan
hadirkan tokoh-tokoh punakawan semisal Semar, Petruk, Gareng, atapun
Bagong. Selaku pengimbang, punakawan kerap mampu menaklukan para tokoh
yang berasal dari kesustareraan Hindu. Ini merupakan upaya dari orang
Indonesia untuk terus berada dalam posisi dominan terhadap budaya
"luar".
Kini, wayang diakui sebagai budaya asli Indonesia dengan segala
variannya. Di masa perkembangan Islam, wayang kerap digunakan Sunan
Kalijaga guna menyebarkan Islam. Ia menciptakan cerita semisal Jamus
Kalimasada, yang menceritakan kalimat syahadat dengan Semar selaku tokoh
yang berikan pengajaran kepada Pandawa.
Cerita-cerita yang terkandung di dalam kesusasteraan India di atas
memiliki nilai moralitas tinggi. Ia menceritakan pertempuran antara
kebaikan melawan kejahatan, kelemahan-kelemahan manusia, dan bakti
terhadap orang tua serta Negara. Tradisi sastra Hindu ini justru
memperkaya khasanah cerita wayang lokal Indonesia di antaranya dengan
menghadirkan tokoh-tokoh serta alur cerita yang sangat variatif.
Sisa peninggalah Hindu kini paling jelas terlihat di Bali dan sebagian
masyarakat Tengger di Jawa Timur. Bali bahkan menjadi semacam daerah
konservasi pengaruh Hindu yang pernah berkembang di kepulauan nusantara.
Di Bali, seni bangunan, seni ukir, seni rupa dan tari masih kental
nuansa pengaruh peradaban Hindu.